Menyingkap Niat Barat dalam Perundingan Nuklir di Wina


Tanggal 30 Juni merupakan deadline kesepakatan final antara Iran dan kelompok 5+1 terkait program nuklir Iran. Perundingan putaran kelima tengah berlangsung di Wina dan semakin intens dilakukan guna menyusun teks kesepakatan final. Abbas Araqchi dan Takht-e Ravanchi, Wakil Menteri Luar Negeri Iran akan berunding selama tiga hari dengan Helga Schmid, Wakil Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa berusaha mempercepat penulisan teks draf kesepakatan final.

Bersamaan dengan perudingan yang dilakukan ini, tim pakar Iran dan Uni Eropa tengah urun rembug lampiran kesepakatan komprehensif. Sekaitan dengan hal ini, sumber-sumber pemberitaan menyebutkan, Wendy Sherman, Wakil Menteri Luar Negeri Amerika juga telah tiba di Wina.

Abbas Araqchi yang juga perunding senior delegasi Iran ketika baru tiba di Wina hari Rabu (27/5) kepada IRNA mengatakan, “Tahapan penulisan akhir teks kesepakatan final lebih kompleks, detil dan serius.”

Pembatalan sanksi, inspeksi aktivitas nuklir dan pusat militer Iran serta tekanan AS yang menuntut lebih dalam perundingan ini menjadi masalah utama perundingan. Pernyataan terbaru para pejabat Amerika dan Perancis menunjukkan mereka masih tetap melanjutkan upaya menggagalkan perundingan.

Laurent Fabius, Menteri Luar Negeri Perancis, Rabu kemarin di sidang parlemen Perancis mengatakan, “Paris tidak akan menerima kesepakatan nuklir bila tidak ada inspeksi transparan terhadap semua instalasi, termasuk pusat militer Iran.” Fabius menyatakan harapannya agar lima negara lain dalam kelompok 5+1 yang bersama Perancis berunding dengan Iran dapat mendukung sikap Paris. Pernyataan ini menunjukkan adanya friksi di antara negara-negara kelompok 5+1.

Padahal, dalam pidato Ayatullah Sayid Ali Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran telah ditetapkan garis-garis merah Iran dalam perundingan dan kerangka kesepakatan nuklir potensial. Rahbar dalam pidatonya menjelaskan bahwa Iran tidak akan pernah mengizinkan adanya inspeksi ke instalasi militer atau pembicaraan dengan para ilmuwan nuklirnya. Sementara dalam pidatonya Rabu kemarin di hadapan wakil-wakil rakyat di parlemen, Rahbar menekankan sikap sebelumnya dan menjelaskan, “Tim Iran harus menekankan sikap yang telah disampaikan dan kami berharap mereka menjamin maslahat negara.”

Amerika tahu benar mana saja garis-garis merah Iran dalam perundingan nuklir. Itulah mengapa Washington berupaya keras untuk melanggarnya, tapi strategi seperti ini tidak akan mampu mengundurkan Iran dari hak dan prinsipnya.

Bagaimanapun juga, bila kedua pihak mencapai kesepakatan dalam perundingan ini, sudah barang tentu manfaatnya dapat dirasakan semua. Selain itu, para pejabat Amerika sangat membutuhkan kesepakatan seperti ini demi menyelesaikan masalah dalam negerinya.

Oleh karenanya, perundingan ini harus dipandang sebagai kesempatan. Namun seperti yang disampaikan oleh Araqchi, perunding senior Iran bahwa tim perunding Iran tidak membatasi dirinya dengan deadline, tapi yang diinginkannya adalah kesepakatan baik.

Pernyataan itu mengarah pada kesepahaman yang telah diraih di Lausanne, Swiss dan kedua pihak memulai usahanya menyusun teks kesepahaman berdasarkan kesepahaman ini. Tapi apakah kelompok 5+1 di akhir dari perundingan ini berlaku logis demi mencapai kesepakatan? Semua berpulang pada niat baik mereka.

Share on Google Plus

About Unknown

0 komentar:

Posting Komentar